Minggu, 22 Januari 2012

Cara Unik Masuk Klenteng An Hien Bio Magetan

TEMPO.CO, Jakarta - Memasuki Kelenteng An Hien Bio yang berlokasi di Jalan Raya Madiun-Ngawi, Kelurahan Maospati, Kecamatan Maospati, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, tidak boleh berperilaku sembarangan.

Apa pun yang hendak dilakukan harus terlebih dahulu meminta izin dewa melalui penjaga kelenteng, Liong Pwoe alias Pudjianto. Itu pula yang dialami Tempo bersama dua wartawan lainnya ketika meliput di kelenteng tersebut, Senin, 23 Januari 2012.

Sebelum mengamati suasana di dalam kelenteng, kami terlebih dahulu
berbincang dengan Pudjianto di halaman kelenteng. Tiba-tiba salah
seorang di antara kami, wartawan sebuah televisi lokal, masuk ke dalam
kelenteng dan hendak mengambil gambar patung dewa atau dewi (Kiem Sin)
di tempat ibadah penganut Kong Hu Cu itu.

Pudjianto pun terkejut. “La, salah satu temanmu masuk kelenteng, ya,” kata Pudjianto sembari melongok ke arah kelenteng. Pudjianto segera menghampiri
wartawan tersebut dan mengingatkan bahwa sebelum masuk kelenteng dan
mengambil gambar harus terlebih dahulu meminta izin dewa. “Saya mintakan
izin dahulu, ya. Saya khawatir ada apa-apa kalau nggak izin,” tutur
lelaki berusia 72 tahun itu dengan logat Jawa yang kental.

Pudjianto kemudian mengambil tiga batang hio (dupa) dan melakukan doa di
depan patung Hok Tek Cin Sin atau Dewa Bumi yang jadi sesembahan di
kelenteng. “Tunggu ya. Nanti ada cara tersendiri untuk tahu apakah
diizinkan atau tidak,” ucapnya. Saat Pudjianto menjalankan ritual, kami
menunggu di halaman.

Usai berdoa, Pudjianto mengajak kami masuk
ke dalam kelenteng. Pudjianto menunjukkan cara unik untuk mengetahui
apakah dewa mengizinkan kami mengambil gambar. Pudjianto meraih dua buah
alat dari kayu berbentuk seperti lambung terbelah. Pudjianto mengaku
tak tahu nama alat tersebut. “Ini nanti saya lempar. Kalau salah satunya
tengkurap dan lainnya tengadah berarti diizinkan,” tuturnya. Sebaliknya
jika dua alat itu sama-sama tengkurap atau tengadah berarti sang dewa
tidak berkenan diambil gambarnya.

Kami sempat tegang di tengah suasana hening kelenteng dan aroma hio yang menyengat. Pudjianto pun melempar dua alat itu dan salah satunya ternyata tengkurap. “Nah, berarti diizinkan. Silakan memotret dan mengambil gambar,” ucap Pudjianto. “Maaf, ya, Mbah. Tadi saya tidak minta izin lebih dahulu,”
kata si wartawan televisi.

Kami pun lega dan mengambil gambar sambil bertanya sejarah kelenteng. Pudjianto tak tahu kapan kelenteng An Hien Bio didirikan. Namun sejak Pudjianto bermukim di Magetan pada 1965, kelenteng sudah ada dan dirawat orang tuanya. Kini hanya Pudjantoseorang diri yang bersembahyang di kelenteng. Anak-anaknya tak mengikuti ajaran Kong Hu Cu karena masuk agama lain.

Kelenteng An Hien Bio tampak sepi dan tak sesemarak kelenteng lain dalam merayakan Imlek. Atap kelenteng berupa genting sudah tampak kusam. Pintu dan pagarnya pun masih terbuat dari kayu.

Warga sekitar kelenteng, Ratno, juga mengaku sejak kecil kelenteng itu sudah ada. “Penjaganya baik dan membaur dengan masyarakat,” kata pemuda kelahiran 1978 itu.

KNOWING MADIUN AND BE THERE

2 komentar: