Rabu, 18 Januari 2012

SEJARAH BERDIRINYA TEMPAT IBADAH TRI DHARMA (T.I.T.D.) HWIE ING KIONG, MADIUN

SEJARAH BERDIRINYA TEMPAT IBADAH TRI DHARMA (T.I.T.D.) HWIE
ING KIONG, MADIUN



Pada awalnya tempat ibadah Tri Dharma Hwie Ing Kiong Madiun, tidak berada dijalan H.O.S Cokroaminoto seperti sekarang ini, namun menurut berbagai sumber dalam masyarakat yang dapat dipercaya kebenarannya, sebelum tahun 1887, telah berdiri sebuah kuil sederhana dengan satu ruangan
untuk Yang Mulia Ma Co Po Thian Siang Seng Boo yang letaknya disebelah barat sungai Madiun (sekarang samping jembatan sebelah barat). Konon rupang atau patung Yang Mulia, dibawa langsung dari Tiongkok berlapis emas dengan tinggi sekitar 97cm, oleh beberapa tokoh masyarakat Tionghoa Madiun, diantaranya yang masih dapat diingat adalah Bp. Tan Bik Swat.

Seperti kuil-kuil yang lainnya, kuil tersebut dikenal luas oleh masyarakat teutama kalangan warga Tionghoa, dimana selain digunakan sebagai tempat untuk berhubungan dengan Yang Maha Kuasa lewat sembahyang, juga dipergunakan untuk memohon pertolongan pengobatan, pekerjaan, perjodohan juga
hala-hal yang tidak dapat terpecahkan dengan mudah.

Masa itu, kota Madiun masih dipimpin oleh seorang Residen Belanda sehingga untuk segala urusan kepemerintahan serta tatalaksana kota langsung dalam pengawasan Residen. Sekitar tahun 1887 istri Residen menderita penyakit serius sehingga disarankan oleh dokter untuk langsung dibawa ke negeri Belanda guna penyembuhannya. Namun oleh karena kendala jarak dan waktu yang harus ditempuh guna mencapai tempat tujuan amat panjang sehingga tidak memungkinkan saran tersebut dilaksanakan.

Berita sakit istri Residen telah menyebar dan terdengar pula oleh Kapitan Liem koen Tie yang menjabat sebagai Ketua masyarakat Tionghoa Madiun. Maka seketika itu, Kapitan Liem Koen Tie menghadap serta mengajukan saran kepada Residen untuk memohon pertolongan kepada Yang Mulia Ma Co Po Thian Siang Seng Boo demi kesembuhan istri beliau. Ternyata saran tersebut disetujui, maka Kapitan Liem Koen Tie segera berangkat dan memohon melalui Jiam Si diperoleh resep obat untuk istri Residen. Sebelum obat yang telah didapat diminumkan malam harinya istri Residen bermimpi dengan
sangat jelas bahwa beliau didatangi oleh seorang wanita Tionghoa dengan mengenakan pakaian kebangsawanan (aristrokat) Tionghoa menghampiri beliau dan menghibur bahwa sakit yang selama inididerita dalam waktu tidak lama lagi akan sembuh seperti sedia kala dan dalam sekejap wanita itupun menghilang. Setalah terbangun dari mimpinya, segera diceritakan kepada Residen apa yang telah dialaminya dalam mimpi. Esok harinya obat yang telah didapatkan mulai diminum, hingga selama satu minggu, merupakan suatu kejadian yang hampir tidak dapat dipercaya, bahwa sakit beliau sembuh total seperti sedia kala sesuai mimpi yang telah diterimanya. Hal ini pada akhirnya telah mengetuk hati Residen untuk memberikan fasilitas kemudahan dalam pembelian sebidang tanah seluas 10.000 M2 di jalan Cokroaminoto seperti sekarang ini, guna dibangun kuil yang baru.

Kemudahan dan perhatian dari Residen ini tentunya amatlah membanggakan bagi warga Tionghoa, maka tanpa memerlukan waktu panjang dibawah pimpinan Kapitan Liem Koen Tie, Tan Ing Ju, Tan Bik Swat, Njou Kie Siong, Njoo Kie San, Liem Kwang Piau, Gwe Kwie Tiong, bersama masyarakat Tionghoa lainnya bahu membahu membangun Klenteng dengan mendatangkan para ahli dari daerah
Hokkian Tiongkok. Bahkan konon lantai merahnya pun khusus didatangkan dari sana pula. Hal inidisebabkan design untuk Klenteng akan dibangun dengan model khas Tiongkok sesuai dengankesepakatan bersama.

Selama pembangunannya selalu mendapat perhatian dari Residen hal ini terbukti Residen memberikan keramik-keramik dari negeri Belanda yang hingga saat ini keramik tersebut sebagian masih ada dan dapat dilihat dengan jelas terutama didalam ruang utama. Pembangunan Klenteng yang baru ini ternyata memerlukan waktu yang cukup lama 10 tahun, sesuai prasasti tertulis : mulai pembangunan tahun 1887 dan terselesaikan 1897 maka berdirilah Klenteng Ma Co Po Thian Siang Seng Boo dengan nama “HWIE ING KIONG”.

Mulai pengoperasiannya ditandai pemindahan Rupang Ma Co Po Thian Shang Seng Boo dari barat Sungai Madiun ke Klenteng yang baru dengan ritual keagamaan yang sangat khusuk, disaksikan dan diikuti hampir seluruh penduduk sekitar Madiun.

Masih didasari prasasti yang ada, juga keyakinan dari berbagai kalangan, kepengurusan Klenteng Hwie Ing Kiong terdiri dari tokoh-tokoh pendiri tersebut diatas, hal ini diperkuat dengan adanya foto bersama yang saat ini telah diulang dalam bentuk lukisan.

Dari sumber internet

KNOWING MADIUN AND BE THERE

0 komentar:

Posting Komentar